
Kalau ngomongin Perang Dunia I & II, kebanyakan orang pasti mikirnya Eropa, Hitler, tentara sekutu, atau Pearl Harbor. Padahal, di balik hiruk pikuk tembakan dan bom itu, Indonesia punya peran nggak kaleng-kaleng, terutama di sektor ekonomi.
Kenapa? Karena kita tuh ibarat supermarket berjalan buat negara-negara penjajah.
1. Indonesia Jadi Lumbung Bahan Baku
Dari dulu, Nusantara udah terkenal banget sama rempah-rempah. Tapi pas era Perang Dunia, yang paling jadi rebutan malah sumber daya industri: karet, minyak bumi, timah, batu bara, nikel, dan kopi.
Contohnya, karet Indonesia dipake buat bikin ban tank, pesawat, dan kendaraan tempur. Minyak bumi dari Sumatera dan Kalimantan jadi nyawa buat kapal perang Jepang. Jadi jangan heran, Jepang ngincar Indonesia mati-matian — kayak orang rebutan sembako gratis.
📌 Kata ahli: Menurut sejarawan ekonomi Ong Hok Ham, “Tanpa Indonesia, Jepang bakal kesulitan mendanai mesin perangnya.”
Selain itu, ekonom Prof. Thee Kian Wie juga pernah bilang, “Koloni Hindia Belanda (Indonesia) adalah salah satu pengekspor bahan mentah terbesar di Asia Tenggara pada masa perang.”
2. Penderitaan Rakyat: Kerja Paksa dan Krisis Pangan
Nah, di balik ‘kontribusi’ besar itu, rakyat Indonesia bener-bener jadi korban. Zaman Jepang, banyak warga dipaksa kerja rodi — disebut Romusha. Mereka bikin jalur kereta, landasan pesawat, sampe bunker pertahanan. Yang bikin miris, makan seadanya, kerja dari pagi sampe gelap, banyak yang nggak balik hidup-hidup.
Sementara itu, hasil panen padi dan hasil kebun lebih banyak diambil buat logistik perang. Akibatnya? Kelaparan merajalela, harga barang naik gila-gilaan. Di Jawa aja, jutaan orang kelaparan. Jadi kalau mau jujur, ekonomi Indonesia saat itu hanya menguntungkan penjajah.
3. Dampak Buat Perekonomian Pasca-Perang
Nah, meskipun pahit, Perang Dunia juga jadi ‘tamparan keras’ buat orang Indonesia. Karena semua udah merasakan betapa nggak adilnya dieksploitasi, muncul tekad kuat buat ngatur ekonomi sendiri. Makanya begitu Jepang kalah, Indonesia gercep banget proklamasiin kemerdekaan.
📌 Kata ahli: Ekonom sekelas Mohammad Hatta (Bung Hatta sendiri juga seorang ekonom!) udah bilang di awal kemerdekaan, “Politik tidak akan berarti kalau kita tidak bisa mandiri secara ekonomi.”
Dari situ muncul semangat swasembada pangan, pendirian pabrik, nasionalisasi perusahaan Belanda, dan berbagai langkah awal buat bikin rakyat nggak cuma jadi penonton di rumah sendiri.
4. Warisan Buat Ekonomi Indonesia Modern
Perang Dunia emang udah lewat puluhan tahun lalu, tapi jejaknya masih kebawa sampe sekarang. Beberapa bekas rel kereta yang dulu dibangun Romusha masih dipakai. Perkebunan karet, kelapa sawit, dan tambang masih jadi tulang punggung ekspor.
Tapi, di sisi lain, ada juga PR gede: gimana caranya biar kita nggak cuma jual bahan mentah. Ekonom Faisal Basri sering bilang, “Indonesia harus belajar dari sejarah. Kita nggak boleh puas ekspor mentah, harus bisa olah di dalam negeri biar nilai tambahnya dinikmati rakyat.”
Kesimpulan: Kaya SDA Itu Nggak Cukup
Jadi, kalau ditanya: “Apa dampak Indonesia terhadap Perang Dunia?” Jawabannya: gede banget, terutama buat pasokan bahan perang. Sayangnya, dulu rakyatnya nggak kebagian nikmat, malah menderita.
Untungnya, dari pahitnya sejarah itu kita belajar satu hal penting: kaya sumber daya alam doang nggak bikin kaya beneran, kalau pengelolaannya nggak dipegang sendiri.
Sekarang tugas generasi muda: belajar dari sejarah, inovasi, dan bikin industri sendiri. Biar nanti karet, nikel, sawit, sampai emas, semuanya diolah di sini — nilai tambahnya dinikmati di tanah air. Bukan lagi dijual murah ke luar.
Penutup
Jadi, next time kalau ada yang nanya: “Emang Indonesia ngaruh apa di Perang Dunia?” Lo udah bisa jawab dengan santai:
👉 “Ngaruh banget, bro! Tanpa kita, nggak bakal lancar tuh mesin perang. Tapi sayang, kita cuma dapat capeknya. Makanya sekarang harus berubah!”
Semangat jadi generasi yang nggak mau ‘kejebak’ sejarah, ya! 💪🌏
Penulis : DELTA88